Kamis, 14 Juli 2011

Tinutuan Wakeke Kuliner Sehat di Tengah Hiruk Pikuk Kota Manado

Laporan Denni Pinontoan

Tinutuan Wakeke, bukan nama jenis tinutuan, melainkan tinutuan khas yang banyak dijual oleh warung-warung makan di Jalan Wakeke Manado. Para kawanua yang pulang kampung banyak yang datang ba smokol makan tinutuan di kawasan itu.


Ada Om Tuan di Wakeke
Hari sebenarnya masih pagi, sekitar pukul 10.00 wita. Tapi, kota Manado sudah terasa panas. Jalan rayanya dipadati oleh kendaaraan beragam jenis. Manusia tampak sibuk berburu dengan pekerjaanya. Manado, hari itu, seperti hari-hari lainnya, sibuk dan panas.

Mner Ivan Kaunang, dosen sejarah di jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Unsrat menelepon saya. Katanya, dia mau ajak untuk bertemu dengan seorang budayawan. Saya tanya siapa namanya, dia cuma bilang, budayawan itu cuma biasa dipanggil Om Tuan. Om Tuan??? Sangat feodal!! He..he..

Kamipun berangkat ke tempat yang menurut mener Ivan, di situ Om Tuan menunggu kami. Sekira 10 menit setelah menembus kepadatan lalulintas kota Manado kamipun tiba di tempat itu. Memasuki kawasan itu, sesuatu melintas di benakku, ”Tinutuan”. Iya, kawasan yang kami masuki, adalah Wakeke, pusat kuliner Tinutuan di tengah Kota Manado.

Kami pun singgah di warung makan yang di depannya ada papan nama tertulis, ”DeTe”. Rupanya, di situ om Tuan menunggu kami. Di dalam warung makan itu pengunjungnya cukup padat.

”Kebanyakan dorang yang makang ini wisatawan, baik domestik maupun luar negeri. Tapi, biasa di sini orang-orang kawanua yang pulang kampung pe tampa ba smokol tinutuan,” mener Ivan menjelaskan.

Tampaknya memang begitu. Beberapa orang yang makan berkelompok, memang wajahnya orang Manado. Mereka tampak asyik melahap sajian tinutuan dengan temannya yang setia, dabu-dabu roa/tarasi. Sementara perkedel nike juga menjadi sajian sepaket dengan tinutuan. Tampak juga beberapa pengunjung melahap dengan asyiknya milu rubus yang kekuning-kuningan itu.

Kami duduk dekat pintu masuk. Seorang pelayan menyodorkan daftar menu. Rupanya, dia tahu yang aku mau. ”Torang mo smokol tinutuan ini.” Pas, perut memang butuh sarapan pagi. Dari Tomohon belum sempat ba smokol.

Di dafter menu itu tertulis sejumlah jenis makanan dan minuman.  Tinutuan sudah pasti. Yang lainya, seperti Mie dengan beragam marganya, misalnya Mie Cakalang, Mie Kuah, dll. Perkedelnya ada perkedel nike, ada juga perkedel milu. Minuman, terdiri dari es kelapa muda, es jeruk, es susu, es cendol, jus alpukat, jus capucinno, jus orange, dan lain-lain. Jika hanya ingin minuh teh hangat atau kopi, anda juga bisa memesannya.

Kami  memesan tinutuan di tambah perkedel nike, milu rubus dan teh hangat. Sambil menunggu pesanan disajikan, torang bacirita banyak hal tentang kebudayaan Minahasa.

”Kong, mana dang tu Om Tuan, mner?” tanyaku,
”Sadiki lei di smo ta sopu. Depe rumah kwa cuma dekat di Wakeke ini,” mner Ivan menjawab dengan senyuman khas.

Sekira 10 menit kemudian, tinutuan, milu rubus, perkedel nike dan teh hangat yang kami pesan disajikan. Seorang pelayan cantik dan masih mudah dengan ramahnya menyodorkan menu pesanan kami.

”Nah, ini dia tu Om Tuan...” kata mner Ivan dengan nada berkelakar.
”Mana dia?”
”Ini no. TinuTUAN. Jadi, ini dia tu Om Tuan. He..he..” ujar mner Ivan bersemangat.
”Jadi, tu  Om TUAN, tinutuan dang??. Ado, mner lei dapa pa qta no...he..he..”

Jadi, budayawan yang bernama Om Tuan itu, adalah tinutuan. Mner Ivan memang orangnya tukang ba grap-grap. Satu kosong, nyaku. Biar jo, yang penting makang tinutuan Wakeke.

Tinutuan, Makanan Khas Minahasa
Tinutuan Wakeke, sebenarnya sama dengan tinutuan-tinutuan yang dijual di warung-warung makan di wanua-wanua. Bahan-bahanya sama, yaitu sayur kangkung, gedi, milu muda, bayam, kemangi, dan buburnya yang berwarna kuning karena dominan dengan samibiki (labu), meski juga ada singkong atau ubi bete-nya, ditambah beras secukupnya. Di bagian atas tinutuan ditaburi dengan bawang goreng. Dabu-dabunya harus ada, yaitu dabu-dabu tarasi atau dabu-dabu roa, tergantung selera kita mau pesan yang mana. 

Sejumlah wanua di Tanah Minahasa, jenis makanan tinutuan sudah dikenal cukup lama. Namun sayang, belum ada catatan sejarah yang dapat memastikannya kapan orang Minahasa mulai memasak dan makan tinutuan. Seingat saya, makanan jenis ini sama dengan makanan yang disebut oleh orang-orang Minahasa bagian Tengah, misalnya Kawangkoan dan Sonder dengan pedaal. Di Kawangkoan saya pernah makan jenis makanan sehat yang mereka sebut pineen. Bahan-bahanya sederhana, hanya sayur pepaya atau sayur kangkung dan gedi, kemudian pakai beras jagung yang halus. Pineen juga ber-bubur. Tapi yang khas dari pineen adalah beras jagung yang halus dan cara masaknya. Setelah buburnya dimasak, kemudian sayur-sayurnya dimasukan, beberapa menit kemudian dipanggang di pinggiran api kayu bakar. Maka, namanya pineen, bahasa Tountemboan yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia adalah memasak secara tidak langsung di atas api dan hanya mengambil panasnya sehingga belanga yang berisi bubur dan sayur-sayur itu ditaruh dipinggiran api dodika.

Mungkin saja, tinutuan yang juga orang banyak kenal dengan nama bubur manado adalah pengembangan atau semacam ”modernisasi” dari pineen, kemudian berubah menjadi pedaal itu. Jika pedaal ditambahkan mie maka orang Minahasa menyebutnya miedal. Tinutuan dan pedaal bahan-bahan cara memasaknya sama. Sementara antara tinutuan dan miedal, yang membedakannya adalah tambahan mie.

Kawasan Wakeke, sebagai pusat kuliner yang khas dengan tinutuan-nya, sudah terkenal sampai di tingkat nasional. Bahkan, kawanua yang berada di luar negeri, juga kenal Wakeke. Kawasan ini sudah dijadikan sebagai objek wisata kuliner di Manado.

Seperti pernah ditulis oleh kompas.com, kawasan Wakeke sebagai pusat kuliner Tinutuan kota Manado mulai dirintis oleh Tante Suli Rompis sejak tahun 1981. Pada tahun itu Tante Suli membuka sebuah warung Tinutuan di Jalan Wakeke, Manado. Warungnya ramai, dan sejak saat itu satu per satu warga yang tinggal di Wakeke mengikuti langkahnya.

Hingga saat ini nyaris semua warung di tepi Jalan Wakeke telah menjadi warung untuk menikmati semangkuk Tinutuan. Jalan Wakeke yang panjangnya kurang dari 1 kilometer pun dinobatkan menjadi kawasan wisata kuliner tradisional Tinutuan, pada tahun 2004.

Kalo mo suka smokol, kong pas ada di Manado, boleh coba tinutuan khas Wakeke.

2 komentar:

Posting Komentar