Minggu, 24 Mei 2015

Fotografer Minahasa Merekam Sejarah Indonesia

Mereka fotografer asal Minahasa. Pernah bekerja di media Belanda dan Jepang, tapi merekam peristiwa-peristiwa heroik Indonesia.

Dari Kawangkoan ke Batavia
Dari arah Tomohon, pas di ujung Kawangkoan, Minahasa sebelah kiri jalan ada sebuah rumah panggung. Di depannya ada patung dua orang berdiri di atas kamera besar. Itulah Museum dan tugu “Mendur Bersaudara”, Alex dan Frans Mendur. Museum dan tugu tersebut mengenang kakak beradik wartawan foto di masa kemerdekaan dan revolusi Indonesia, Alexius Impurung Mendur dan adiknya Frans Soemarto Mendur.

Prasasti Mendur Bersaudara ditandangani oleh Presiden Soesilo Bambang Yudoyono pada perayaan puncak Hari Pers Nasional yang dilaksanakan di Sulawesi Utara pada 11 Februari 2013. Di meseum yang berbentuk rumah panggung khas Minahasa itu, orang-orang dapat menyaksikan foto-foto bersejarah karya Mendur bersaudara.  

Tugu dan Museum itu dibangun di kampung kelahiran Alex dan Frans, Kawangkoan. Kota kecil ini juga tempat kelahiran Justus dan Frans ‘Nyong” Umbas, kakak beradik fotografer IPPHOS (Indonesia Press Photo Service) bersama Alex dan Frans. 

Alex anak pertama dan Frans anak keempat dari pasangan August Mendur dan Ariantje Mononimbar. Keseluruhan anak August dan Ariantje berjumlah 11 orang.

Alex lahir di Kawangkoan pada 7 November 1907 dan  meninggal di Bandung 31 Desember 1984. Istrisnya bernama Innes Mandoinsong. Anak-anak mereka Lexy Rudolf Mendur, Yvone Marlene Mendur, dan Maya Mayon Mendur.

Frans lahir di Kawangkoan pada 16 April 913. Ia menikah dengan Jamailah binti Sariih. Dari perkawinan mereka lahir anak-anak, Jian Samartini Mendur, Johny Sumanjono Mendur, Zakaria, dan Juni Prihatini. Frans meninggal di Jakarta, 16 April 1971. Konon, nama tengah Frans, “Soemarto” diberikan oleh ayah angkatnya di Jawa.

Ivan R.B. Kaunang, sejarawan dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sam Ratulangi Manado mengatakan, Agust, ayah Alex dan Frans, di Kawangkoan semasa hidup memiliki kemampuan mengobati orang sakit dengan obat ‘makatana.” Ia meramu akar-akar dan dedaunan untuk dijadikan obat. Kemampuan itu diwarisi dari ayah Agust.

Di usia remaja Alex dan Frans merantau ke Jawa. Mula-mula di Surabaya lalu ke Batavia. Di Surabaya pernah  bergabung dengan organisasi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) pimpinan Dr. Soetomo. Alex mulai bekerja sebagai wartawan foto di koran berbahasa Belanda, De Java Bode sejak tahun 1932.

De Java Bode adalah koran tertua di Batavia. Terbit mulai tanggal 11 Agustus 1852. Ia merupakan penerus mingguan Bataviasch Advertentie-Blad yang muncul sejak 1 November 1851 dan diterbitkan oleh W. Bruining dari Rotterdam. Pada mulanya cuma terbit dua kali seminggu (setiap Rabu dan Sabtu) dengan 4 halaman. Ukurannya seperti tabloid. Alex bekerja di koran ini sampai tahun 1935. Di masa pendudukan Jepang, koran ini tidak terbit. Nanti terbit lagi sesudah kemerdekaan, sampai tahun 1958.

Frans kemudian mengikuti jejak kakaknya bekerja di koran itu. Ia mulai bekerja tahun 1935. Frans belajar fotografi dari kakaknya. Frans memulai karir di dunia fotografi ketika ia menguji hasil belajar dari kakaknya dengan mengirim foto karyanya ke De Java Bode dan mingguan Werelnieuws. Hasilnya ia diterima bekerja sebagai pembantu wartawan foto.

Di tahun 1945, Alex bekerja di kantor berita milik Jepang,  Domei. Kantor berita yang menjalankan kepentingan politik pemerintah Jepang berdiri di negeri asalnya pada tahun 1935. Di saat proklamasi, Alex sebagai kepala bagian fotografi di kantor berita itu.

“Sebenarnya, Alex sudah bekerja sebagai wartawan foto sejak tahun 1931. Ia menjadi wartawan di Majalah Actueel Wereld Nieuws En Sport In Beeld,” kata Kaunang. 

Frans di saat itu bekerja di koran Asia Raja (Asia Raya). Koran yang mulai terbit 29 April 1942 ini dipakai sebagai alat propaganda Jepang. Pada tanggal 12 Maret 1945, Asia Raja mengadakan konferensi meja bundar di Hotel Miyako di Batavia. Sejumlah pembicara dari Gerakan Hidoep Baroe yang dipimpin Soekarno dan Mohammad Hatta mendiskusikan cara memperkuat gerakan kemerdekaan. Selain di koran Asia Raja dia juga bekerja di Jawa Shimbun Sha, semacam Sarekat Penerbit Suratkabar di masa itu.

Tiga Foto Bersejarah
Kalau bukan Alex dan Frans, kita mungkin tidak akan melihat bagaimanan Soekarno dan Hatta membacakan teks Proklamasi dan pengibaran bendera Merah-Putih di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Cikini, Jakarta. Peristiwa itu terjadi pada hari Jumat, 17 Agustus 1945.

Kristupa Saragih dalam Mendur Bersaudara, Pejuang Bersenjatakan Kamera, di kompasiana.com mengisahkan bagaimana Alex dan Frans ada di momen itu dan melakukan sesuatu yang luar biasa di masa itu.

“Suatu pagi di bulan puasa, 17 Agustus 1945. Frans Sumarto Mendur mendengar kabar dari sumber di harian Asia Raya bahwa ada peristiwa penting di kediaman Soekarno. Alexius Impurung Mendur, abangnya yang menjabat kepala bagian fotografi kantor berita Jepang Domei, mendengar kabar serupa. Kedua Mendur Bersaudara ini lantas membawa kamera mereka dan mengambil rute terpisah menuju kediaman Soekarno, ” tulis Kristupa.

Menuju ke rumah Soekarno tidak gampang. Waktu itu patroli Jepang yang bersenjata lengkap berjaga-jaga. Tapi Alex dan Frans, dengan naluri kewartawanan, mereka nekat menuju ke rumah Soekarno.

“Mendur Bersaudara berhasil merapat ke rumah di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Cikini, Jakarta tatkala jam masih menunjukkan pukul 5 pagi, pada hari Jumat, 17 Agustus 1945,” tulis Kristupa.

Saat itu, Soekarno yang akan membacakan teks proklamasi masih tidur karena kena gejala malaria. Nanti kira-kira pukul 9, minum obat, Soekarno pun bangun. Pada pukul 10, hari Jumat, 17 Agustus 1945,  Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa besar itu berlangsung sangat sederhana. Dan, hanya Alex dan Frans, fotografer yang hadir waktu itu. Kamera Leica Leitz bergantungan dileher mereka siap membidik moment bersejarah. 

Frans kemudian mengabadikan peristiwa itu dengan tiga bidikan, tiga foto. Foto pertama, Soekarno membaca teks proklamasi. Foto kedua, pengibaran bendera Merah Putih oleh Latief Hendraningrat, anggota PETA (Pembela Tanah Air). Foto ketiga, suasana upacara dan para pemuda yang menyaksikan pengibaran bendera. Alex juga melakukan melakukan pemotretan.

“Frans berhasil mengabadikan tiga foto, dari tiga frame film yang tersisa.“ tulis Kristupa.

Usai itu mereka segera meninggalkan kediaman Soekarno. Tentara Jepang memburu mereka. Sialnya, Alex  berhasil ditangkap tentara Jepang. Foto-foto hasil bidikannya semuanya disita dan dimusnakan.

Adiknya, Frans yang beruntung. Ia lolos dari kejaran tentara Jepang. Negatif fotonya dikubur di tanah dekat sebuah pohon di halaman belakang kantor harian Asia Raya. Nanti beberapa hari kemudian baru diambil. Ketika didatangani tentara Jepang, Frans mengaku negatif foto sudah diambil Barisan Pelopor. Maka, selamatlah negatif foto itu.

Namun, ini bukan perjuangan akhir Frans dan Alex. Mencuci dan mencetak foto di masa darurat itu tidak mudah.  Alex dan Frans  harus diam-diam menyelinap di malam hari, panjat pohon dan lompati pagar di sampaing kantor Domei (sekarang kantor Antara).

“Negatif foto lolos dan dicetak di sebuah lab foto. Resiko bagi Mendur Bersaudara jika tertangkap tentara Jepang adalah penjara, bahkan hukuman mati,” tulis Kristupa.

Meski foto-foto sudah dicetak, namun mereka belum bisa mempublikasikannya di media.  Jepang melakukan pengawasan ketat terhadap semua media. Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia hanya diberitakan singkat tanpa foto di harian Asia Raya, 18 Agustus 1945.

Nanti 6 bulan kemudian, 20 Februari 1946 foto-foto proklamasi 17 Agustus 1945 karya Frans baru bisa dipublikasikan. Pertama kali terbit halaman muka Harian Merdeka, koran tempat Alex bekerja.

Alex banyak menghasilkan karya foto jurnalistik. Salah satu foto monumental lain karya Alex adalah foto pidato Bung Tomo yang berapi-api di Mojokerto tahun 1945. Foto monumental lain karya Frans Mendur adalah foto Soekarno yang menjemput Panglima Besar Jendral Soedirman pulang dari perang gerilya di Jogja, 10 Juli 1949.

IPPHOS yang Revolusioner
Setelah setahun Indonesia merdeka, tepatnya 2 Oktober 1946, Alex dan Frans, “Mendur besaudara” bersama Justus dan Frans ‘Nyong” Umbas,  “Umbas bersaudara”, juga Alex Mamusung, Oscar Ganda, dan Malvin Jacob, mereka kemudian mendirikan Indonesia Press Photo Service (IPPHOS). Mereka adalah pemuda-pemuda Minahasa yang tergabung di KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi). IPPHOS berkantor di Jalan Hayam Wuruk Nomor 30, Jakarta.

Piet Mendur, keponakan Alex dan Frans, generasi terakhir di IPPHOS, bergabung bersama mereka di awal tahun 1950-an. Saat itu usianya baru 17 tahun.

"Saya dipanggil ke Jakarta untuk menjadi wartawan di IPPHOS tempat Alex dan Frans bekerja. Itu adalah sebuah kebanggana bagi saya karena diberikan kesempatan bekerja dengan mereka," ujar Piet kepada Tribun Manado News.

IPPHOS punya peran penting di masa revolusi. Para fotografer handal asal Minahasa ini mengabadikan peristiwa-peristiwa penting di masa transisi itu. Yudhi Soerjoatmodjo, seorang fotografer dan kurator pemeran foto mengatakan, IPPHOS adalah revolusioner!

"Yang revolusioner dari IPPHOS bukan cuma pilihan mereka untuk berjuang membela republik, tapi cara mereka memperlihatkan hidup dengan mata dan hati yang terbuka lebar," kata Yudhi pada Temu Wicara IPPHOS remastered Ivaa, Yogyakarta, 7 Maret 2014.

Menurut Yudhi, sikap revolusioner IPPHOS adalah perjuangan demi kemanusiaan dan kebenaran serta toleransi.   

"Tapi yang paling revolusioner dari IPPHOS adalah bagaimana mereka mengguratkan cita-cita tentang Indonesia dan manusia Indonesia yang cerdas, moderen dan inklusif dalam karya-karyanya – yang berjuang bukan cuma atas nama kemerdekaan dan keadilan bagi dirinya sendiri namun juga demi kemanusiaan, kebenaran, dan toleransi terhadap semua manusia," kata Yudhi.

Yudhi menunjukkan bagaimana sikap revolusioner “tole-tole” Minahasa ini di IPPHOS. Alex, kata Yudhi, adalah seorang profesional “ mencampakkan segala kenyamanan yang bisa ia capai sebagai pegawai Belanda demi membela sebuah republik kere.” Frans,  ‘si pelarian politik membangun ketrampilan melawan penjajah justru dengan bekerja untuk penjajah. Justus Umbas, seorang akuntan serius,  “yang diam-diam seorang aktivis yang ditakuti Belanda. Dan “Nyong” Umbas yang melawan Belanda dengan menjadikan Belanda kawannya."

Sampai akhir hayat, para ‘revolusioner’ ini tetap konsisten pada idealisme jurnalisme. Mereka tetap independen. Tidak memilih menjadi pegawai negeri pada Kementerian Penerangan RI, meski peluang itu sangat terbuka lebar.

“IPPHOS tetap independen, di kala kesempatan bagi Mendur Bersaudara terbuka luas untuk meraup lebih banyak uang dengan bekerja untuk media asing,” tulis Kristupa.

Piet Mendur, generasi terakhir di IPPHOS menuturkan kepada Sinar Harapan, dengan jumlah koleksi foto IPPHOS pada 1945-1949 sebanyak 23.000 bingkai, sebetulnya IPPHOS bisa hidup dari royalti koleksi foto-foto itu. Tapi pendataannya tidak terlalu bagus.

Kantor IPPHOS di Jalan Hayam Wuruk Nomor 30, Jakarta ditutup pada 2003. Tidak ada lagi aktivitas di dalamnya.

“Sekarang sudah jadi lahan parkir gedung itu, sayang sekali. Tapi ya, kami tidak bisa bikin apa-apa karena gedung itu dianggap milik negara dan negara bisa pindah tangankan ke pihak lain,” kata Piet. (Denni Pinontoan)



1 komentar:

  • Unknown says:
    5 Desember 2017 pukul 21.37

    Dapatkan Jutaan Rupiah Dengan Cuma Cuma
    Hanya Di SumoQQ(dot)Com
    Real Website Real Player, Real Winner
    Silahkan Buktikan dan Bergabung Bersana kami
    Dan Raih Bonus Extra Jumbo :
    - Bonus Extra Jumbo Rollingan
    - Bonus Refferal Seumur Hidup
    CS Ramah & Profesional Siap Melayani 24 Jam
    Proses Transaksi Di Jamin Super Cepat
    Kartu Bagus (Easy To Winn)
    Support 6 Bank Local
    Minimal Deposit & Withdraw 15Rb
    Jangan Mikir Lagi Bos !!
    Jalan dan Kesempatan Sudah Ada Di Depan Mata
    Jangan Sia2 Kan Kesempatan Yang Ada bos !!
    Ingat Bahwa Kemenangan Ada Di Pilihan Anda.
    Jadi Jangan Sampai Salah Pilih Situs
    Ingin Jadi Jutawan SumoQQ(dot)com Solusimya !!
    Hub kami Untuk Info Lebih Lanjut :
    Skype : SumoQQ
    Fb : SumoQQ
    BBM : D8ACD825
    Line : SumoQQ
    WA : +855 96 497 3259
    Link Alternatif :
    www(dot)SumoQQ(dot)net
    www(dot)SumoQQ(dot)info
    www(dot)SumoQQ(dot)org
    Join Sekarang !! Kami Tunggu Kehadiran Para Calon Jutawan

Posting Komentar